Rabu, 13 Januari 2010

Rukun Syahadat Muhammad Rasulullah



Rukun Syahadat Muhammad Rasulullah

Sebagai kelanjutan dan pembahasan makna dari syahadat ‘Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya’, di sini kita akan mengenal apa saja perkara yang menjadi rukun atau keharusan dari syahadat kedua ini. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah dalam Tsalatsatul Ushul menyebutkan ada empat perkara yang merupakan rukun dari syahadat Muhammad Rasulullah, berikut uraiannya secara ringkas:

1. Menaati semua yang beliau perintahkan.
Allah Azza wa Jalla telah menetapkan wajibnya taat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat dan juga dalam sunnah Rasul-Nya. Bahkan Allah menggandengkan ketaatan kepada-Nya dengan ketaatan kepada Rasul-Nya di dalam banyak ayat, di antaranya adalah dalam surah Al-Anfal ayat 1, “Ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman”. Juga di dalam surah Al-Anfal ayat 20,  “Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berpaling daripada-Nya, sedang kalian mendengar (perintah-perintah-Nya)”.
Karenanya barangsiapa yang taat kepada Rasulullah berarti dia telah taat kepada Allah, dan dia pantas untuk mendapatkan keutamaan berupa surga. Tapi barangsiapa yang bermaksiat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah, dan tempatnya adalah neraka. Allah Ta’ala berfirman dalam surah An-Nisa` ayat 13-14, “Siapa yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang sangat besar”.“Siapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan melampaui batasan-batasan-Nya, maka allah akan memasukkannya kedalam neraka, kekal didalamnya dan baginya adzab yang menghinakan”.
Dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- bersabda, “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau, para sahabat bertanya : “wahai Rasulullah siapakah yang tidak mau ?” Rasulullah menjawab : “siapa yang ta’at kepadaku maka dia masuk surga, siapa yang maksiat kepadaku, maka sesungguhnya dia tidak mau”.
Dan dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari disebutkan, “Siapa yang mentaati Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka dia telah mentaati Allah dan siapa yang maksiat kepada Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam maka sesungguhnya dia telah maksiat kepada Allah”.

2. Membenarkan semua perkara yang beliau kabarkan.
Sebab sesungguhnya apa yang beliau bawa semuanya adalah kebenaran, karena merupakan wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 3-4, “Dan dia tidak berbicara dari hawa nafsunya, kecuali itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”.
Juga firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 33, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Dan para Ulama telah bersepakat bahwa para rasul seluruhnya ma’shum terjaga dari dosa-dosa besar, dan termasuk di dalamnya berkata dusta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam A-Aqidah Al-Wasithiah, “Kemudian rasul-rasul yang benar dan dibenarkan”.
Karenanya apa saja yang beliau kabarkan berupa kejadian yang terjadi di masa lampau pada umat-umat terdahulu atau kejadian yang akan terjadi berupa tanda-tanda hari kiamat, keadaan di alam barzakh sampai yang terjadi setelah hari kiamat, semuanya wajib kitab imani dan benarkan, selama hadits tersebut shahih periwayatannya dari beliau, walaupun beberapa di antara hadits-hadits tersebut ada yang lahiriahnya bertentangan dengan akal dan teori sebagian orang.

3. Menjauhi semua beliau larang dan beliau peringatkan.
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Hasyr ayat 7, “Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”.
Juga sabda Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, “Dan jika saya melarang dari kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya perintahkan kalian dan sesuatum maka datangkanlah sesuai kemampuan kalian”.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ary yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya perumpamaan aku dan perumpumaan apa yang Allah mengutus aku dengannya seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum, kemudian berkata :”wahai kaumku sesungguhnya saya melihat pasukan dengan kedua mataku dan sesungguhnya saya adalah an-nadzir al-’uryan maka sekelompok dari kaumnya menta’atinya maka mereka bergegas berjalan dimalam hari dengan kehati-hatian maka mereka selamat dan sekelompok dari mereka mendustakannya, maka mereka tetap ditempatnya, maka pasukan itu menyerangnya diwaktu subuh, maka menghancurkannya dan membinasakannya, maka yang demikian itu perumpamaan orang yang menta’atiku dan mengikuti apa yang aku datangkan dengannya, dan perumpamaan orang yang maksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku datangkan dengannya dari kebenaran”.
An-nadzir al-’uryan adalah perumpamaan yang dipakai oleh orang-orang Arab untuk menunjukkan benarnya yang ia sampaikan.

4. Tidak menyembah Allah Azza wa Jalla kecuali dengan apa yang beliau syari’atkan.
Allah Ta’ala telah menciptakan kita dan memberikan rezeki kepada kita, lalu Dia tidak membiarkan kita tercipta begitu saja. Akan tetapi Allah mengutus seorang rasul kepada kita untuk menerangkan bagaimana setiap hamba menyembah Pencipta-Nya. Karenanya Allah tidak boleh disembah dengan bid’ah, tidak pula dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, mimpi-mimpi, perasaan atau anggapan-anggapan yang ia pandang baik. Karena sesungguhnya asal dari ibadah itu adalah syari’at, sehingga dia nanti dikatakan ibadah tatkala sesuatu itu disyari’atkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 110, “Maka  siapa yang berharap untuk bertemu dengan Tuhannya maka hendaklah ia beramal yang shaleh”.
Para ulama menafsirkan bahwa amal yang shaleh di sini adalah amalan yang sesuai dengan syari’at Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 3, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku cukupkan pada kalian nikmatku dan Aku ridha Islam sebagai Agama kalian”.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya (2/13), “Ini adalah nikmat terbesar di antara seluruh nikmat Allah Ta’ala atas ummat ini, yaitu Allah Ta’ala telah menyempurnakan buat mereka agama mereka. Sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya dan tidak pula membutuhkan Nabi selain Nabi mereka -shalawat dan salam Allah atas beliau-. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan beliau sebagai penutup para nabi, dan mengutus beliau kepada seluruh manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali sesuatu yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali sesuatu yang beliau haramkan, dan tidak ada agama kecuali sesuatu yang beliau syari’atkan …”.

Juga dalam firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) sebagai penjelasan atas segala sesuatu”. (QS. An-Nahl : 89)
As-Sa’di -rahimahullah- berkata -menafsirkan ayat di atas-, “(Sebagai penjelas) dalam masalah ushul (pokok) dan furu’ (cabang), dan dalam hukum-hukum kedua negeri (dunia dan akhirat), serta  semua perkara yang dibutuhkan oleh hamba. Semuanya telah dijelaskan di dalamnya (Al-Qur`an) dengan penjelasan yang paling sempurna, dengan lafazh-lafazh yang jelas dan makna-makna yang agung”.
Karenanya barangsiapa yang membuat perkara baru dalam agama ini dan mensyariatkan suatu syariat yang tidak disyari’atkan oleh Allah, maka sesungguhnya dia telah menuduh Allah berdusta, sadar atau tidak.
Wallahu waliyyu At-Taufik.

0 Komentar:

Posting Komentar